Akuntabilitas Negara Khilafah: Membungkam Kerancuan Para ‘Penikmat’ Demokrasi

Pilkada serentak 2015 telah usai. Animo pemilih sebenarnya tidak jauh berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Meski memang di beberapa daerah semisal Medan, sebagaimana diberitakan oleh Harian Tempo, jumlah pemilih drop hingga tinggal 25% saja. Namun, praktik demokrasi tetap saja dipertahankan di negeri ini dengan berbagai uslub & ‘kreatifitas’ (baca: segala cara). Pembelanya bukan saja dari kalangan sekuler, namun juga dari sebagian aktifis Islam, sebagian ulama, dan beberapa orang yang selama ini dikenal anti-sekularisme. Buktinya, buletin Al-Islam edisi 783, 22 Shafar 1437 H – 4 Desember 2015 M yang bertajuk “Pepesan Kosong Pilkada Serentak” mendapat banyak tanggapan, positif maupun negatif. Salah satu tulisan yang sering diangkat untuk menanggapinya adalah tulisan yang bertajuk “Khilafah dan Demokrasi.” Tulisan itu sebenarnya sudah dibuat sejak lama (lebih dari 1 tahun yang lalu) oleh DR. Adian Husaini, namun kemudian diangkat dan dipromosikan kembali melalui media sosial sebagai tameng atau upaya serangan balik kepada Hizbut Tahrir yang mengopinikan kerusakan demokrasi dan menyerukan kepada khalayak ramai untuk meninggalkan sistem demokrasi.

Sejauh ini sudah ada bantahan balik terhadap tulisan “Khilafah dan Demokrasi”, semisal tulisan Ali Mustofa Akbar yang berjudul “Demokrasi Berbenturan dengan Khilafah”, juga yang terbaru adalah tulisan Nopriadi Hermani, Ph.D yang berjudul “Tanggapan atas Khilafah dan Demokrasi .” Hanya saja, kedua tanggapan tersebut agak terpengaruh dengan gaya penulisan DR. Adian Husaini yang cenderung tidak fokus. Padahal sebenarnya jika diteliti kembali, core atau inti dari keseluruhan penyampaian DR. Adian Husaini akan nampak pada cuplikan paragraf berikut:

Masalah khilafah juga perlu didudukkan pada tempatnya. Khilafah adalah sistem politik Islam yang unik dan khas. Tentu, agama dan ideologi apa pun, memerlukan dukungan sistem politik untuk eksis atau berkembang. Tetapi, nasib dan eksistensi umat Islam tidak semata-mata bergantung pada khilafah. Kita dijajah Belanda selama ratusan tahun, Islam tetap eksis, dan bahkan, jarang sekali ditemukan kasus pemurtadan umat Islam. Dalam sejarah, khilafah juga pernah menjadi masalah bahkan sumber kerusakan umat, ketika sang khalifah zalim. Dalam sistem khilafah, penguasa/khalifah memiliki otoritas yang sangat besar. Sistem semacam ini memiliki keuntungan: cepat baik jika khalifahnya baik, dan cepat rusak jika khalifahnya rusak. Ini berbeda dengan sistem demokrasi yang membagi-bagi kekuasaan secara luas.

Jadi, ungkapan “masalah umat akan beres jika khilafah berdiri”, juga tidak selalu tepat. Yang lebih penting, menyiapkan orang-orang yang akan memimpin umat Islam. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Entah mengapa Rasulullah saw — setahu saya — tidak banyak (hampir tidak pernah?) mengajak umat Islam untuk mendirikan negara Islam. meskipun negara pasti suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan umat Islam, sebab berbagai aspek hukum dan kehidupan umat terkait dengan negara. Tapi, saya tidak ketemu hadits: “Mari kita dirikan negara, agar kita jaya!” Tentu, bukan berarti negara tidak penting.

Dari cuplikan paragraf tersebut, sangat terasa intensi atau kecenderungan untuk menyepelekan kewajiban dan perjuangan penegakan Khilafah. Bahkan terkesan menyepelekan Khilafah itu sendiri, diiringi dengan tuduhan bahwa Khilafah adalah sistem tirani yang tidak akuntabel. Ini adalah tuduhan yang sembrono juga berbahaya, yang amat disayangkan, muncul dari intelektual muslim yang selama ini lantang menyerukan penolakan terhadap sekularisme.

Parahnya lagi, jika ditelusuri lebih lanjut, tuduhan semisal itu bukanlah sesuatu yang baru. Jauh sebelum itu Lord Acton sejak abad 19 mengatakan: “Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely” Perkataan yang seolah menjadi ringkasan segenap daya upaya Barat untuk membebaskan diri dari sistem kerajaan tirani yang membelenggu mereka pada abad kegelapan. Maka, semangat inilah yang terus digemborkan oleh Barat hingga saat ini. Semangat yang kemudian juga mereka gunakan untuk mempromosikan citra negatif terhadap konsep Khilafah, yang mereka tuduh sebagai bentuk sistem totalitarian ala fasisme yang tidak mengenal akuntabilitas. George Bush dalam pidato bertajuk “Global War on Terror” tahun 2006 menyatakan: “Khilafah ini merupakan sebuah imperium Islam totaliter yang mencakup seluruh negeri muslim…” Hal ini kemudian disetujui oleh akademisi Muslim sendiri. Abdulwahab El-Affendi dalam bukunya yang berjudul “Who Needs an Islamic State?” menyatakan: “Dengan menempatkan tendensi tetap dalam pemerintahan yang hampir bersifat tirani, maka sangat mungkin merancang pemerintahan yang mencegah penguasa memiliki kebebasan menjadi tiran, sebuah pengaturan yang sukses besar. Maka, walau pun seorang Richard Nixon (mantan Presiden AS) sebenarnya memiliki potensi menjadi tiran seperti Joseph Stalin, ia terhindar dari kekuasaan tiran akibat sistem yang membatasi tendensi despotik yang dimilikinya. Kesalahan umum dalam persepsi Muslim tradisional tentang Khilafah yang adil ialah keyakinan yang keliru bahwa prasyarat pemerintah harus dirancang untuk memilih penguasa yang mendekati kriteria orang suci, padahal orang suci tak memerlukan aturan…

Sungguh, setiap tuduhan di atas adalah tuduhan yang keji terhadap konsep Khilafah. Padahal, Khilafah adalah fardhun wa wa’dun, kewajiban dan janji Allah bagi umat Islam. Bahkan, Rasulullah sejak awal telah menyampaikan, siapa yang layak memimpin dan berkuasa atas umat Islam. Rasulullah bersabda: Dulu Bani Israel dipimpin dan diurus oleh para nabi. Jika para nabi itu telah wafat, mereka digantikan oleh nabi yang baru. Akan tetapi, setelahku tidak ada lagi seorang nabi, dan akan ada khalifah yang banyak. (HR al-Bukhari). Pernyataan Rasul tersebut mengisyaratkan bahwa dalam tugas dan jabatan kenabian tidak akan ada yang menggantikan beliau. Namun, Khalifah lah yang berhak menggantikan beliau dalam tugas dan jabatan sebagai kepala negara, yaitu memimpin dan mengurusi segala urusan masyarakat. Dalam hadits yang lain disebutkan: Hendaklah kalian berpegang pada sunnahku dan sunnah para khalifah yang lurus sesudahku… (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Al Hakim menshohihkannya). Dari kedua hadis tersebut dapat kita pahami bahwa bentuk pemerintahan yang diwariskan Nabi saw. adalah Khilafah yang oleh para ulama disebut juga “Imamah.” Maka, perkara tiadanya Khalifah ditengah umat saat ini jelas bukan perkara sepele, yang dengan entengnya ditinggalkan begitu saja dan tidak diperjuangkan. Para Ulama Salaf mengetahui hal tersebut, hingga di antara mereka ada yang menganggap kewajiban mengangkat seorang Khalifah adalah kewajiban yang paling agung. Misalnya saja Imam Al-Haytsami, dalam Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah beliau menyatakan: “Ketahuilah, para Sahabat ra. telah berijma’ bahwa mengangkat Imam/khalifah setelah berakhir-nya zaman Nubuwwah adalah wajib. Bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban terpenting tatkala mereka menyibukkan diri dengan kewajiban tersebut dengan menunda penguburan jenazah Rasulullah saw.” Dengan demikian, tidaklah layak seorang muslim Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Opini, Pemikiran

Tragedi Mesir adalah Tragedi Kaum Muslimin, Saatnya Melenyapkan Dominasi Negara-Negara Kafir Penjajah atas Mereka

 

انّا للہ و انّا الیہ راجعون  Aksi bengis Militer Mesir selama delapan jam membantai pendukung Presiden Muhammad Mursi mengakibatkan jumlah tewas mencapai lebih dari 600 orang dan korban luka 5000 orang. Ikhwanul Muslimin (IM) menyatakan, korban yang meninggal dunia lebih dari itu, yakni 4500 orang. Jubir IM, El Haddad mengatakan, ribuan orang meninggal setelah pasukan keamanan Mesir memulai operasi pembersihan demonstran pro Presiden Muhammad Mursi yang telah berkemah di jalan-jalan Kairo sejak presiden Mesir Muhammad Mursi digulingkan oleh rezim militer bulan lalu. “Jumlah total korban yang meninggal mencapai lebih dari 4.500 sampai sekarang. Hingga saat ini masih dilakukan penghitungan & identifikasi terus menerus yang berlangsung di 3 masjid, 3 rumah sakit, dan 2 rumah jenazah,” kata Gehad El-Haddad Kamis (15/8), sekitar pukul 13.00 WIB melalui akun Twitter. Menurut El-Haddad pembantaian demonstran dilakukan militer Mesir tidak hanya dengan peluru. Aparat keamanan setempat juga membakar perkemahan-perkemahan para demostran sehingga tak sedikit mereka yang terbakar dan meninggal. Bahkan, Masjid Rabiah al-Adawiya, rumah Allah yang digunakan oleh para pendukung Mursi sebagai basis perjuangan mereka di Kairo timur telah dibakar oleh militer Mesir. Pembakaran terjadi ketika sedang pembantaian terhadap massa pro Mursi. Mushaf Al Qur’an yang ada dalam masjid pun tidak luput dari aksi pembakaran keji yang dilakukan oleh aparat keamanan Mesir.  Na’udzubillahi min dzalik!

Semua orang yang melihat & mendengar tahu pasti bahwa AS lah yang berada dibalik pembantaian ini. Ketika terjadi kudeta pada bulan Juli yang lalu, diumumkan adanya pertemuan presiden Amerika, Obama, dengan penasehat seniornya di Gedung Putih terkait apa yang terjadi di Mesir. Setelah itu Obama mengatakan: “Angkatan bersenjata Mesir harus bergerak cepat dan bertanggungjawab untuk mengembalikan kekuasaan secara penuh kepada pemerintahan sipil secepat mungkin” (Reuters, 3/7/2013). Obama tidak mengecam kudeta, bahkan ia tidak menyebutnya kudeta militer. Hal itu menunjukkan bahwa Amerika setuju terhadap kudeta dan pelengseran Mursi beserta pemerintahannya. Bahkan pemerintah Amerika secara gamblang mengatakan: “Mursi tidak mendengar suara-suara rakyat atau memenuhinya” (Reuters, 3/7/2013). Hal itu sama persis dengan yang dikatakan oleh panglima militer Mesir Fatah Al Sisi bahwa “Presiden Muhammad Mursi tidak memenuhi tuntutan rakyat”. Sudah diketahui bawa komando militer Mesir taat di tangan Amerika. Mayoritas bantuan Amerika yang mencapai sekitar 1,5 miliar dolar pertahun diberikan kepada militer. Maka, satu-satunya musuh bagi kaum muslimin adalah kafir penjajah yang saat ini masih d pimpin oleh adidaya AS. Realitas ini sudah sangat jelas bagaikan matahari disiang bolong.

Darah kaum muslimin yang tertumpah di mesir setetes pun tidak boleh diremehkan & disia-siakan. Bagi gerakan mana pun yang lahir dari rahim umat, sudah saatnya mendorong umat bergerak memberikan pukulan balik yang mematikan bagi penjajah kafir & setiap antek mereka semisal Fatah Al Sisi. Untuk melakukannya, Baca lebih lanjut

2 Komentar

Filed under Opini, Pemikiran

Catatan Ringan Kebangkitan

 

“Thoughts, in any nation, are the greatest fortune the nation gains in her life if the nation is newly born; and they are the greatest gift that any generation can receive from the preceding generation, provided the nation is deep-rooted in the enlightened thought.”

(The Economic System In Islam, Taqiuddin an-Nabhani)

 

Segala keterpurukan yang terjadi di negeri ini telah mendorong anak bangsa untuk berpikir tentang kebangkitan. Tidak perlu lah kita sebutkan satu per satu keterpurukan macam apa yang melanda negeri tercinta ini. Bikin muak saja. Dahlan Iskan menyebutkan hal yang kurang lebih sama ketika berbicara di hadapan 1600-an peserta Public Figure on Talk alias Pifot tanggal 5 Mei. Dalam agenda yang diselenggarakan departemen hublu BEM ITS itu Sang Menteri berusaha menebar optimisme. Katanya, optimisme rakyat Indonesia saat ini miris. Tayangan televisi cenderung memberitakan hal-hal yang membuat orang bersikap pesimis. Seolah-olah Indonesia akan hancur minggu depan. Tokoh yang dikenal dengan gerakan “Manufacturing Hope” tersebut membeberkan salah satu fakta yang jarang diungkap televisi. Kapitalisasi ekonomi Indonesia saat ini telah mencapai 800 milyar dolar, mengalahkan Belanda yang hanya 700 milyar dolar. Seharusnya Indonesia sudah menggelar pesta besar-besaran! Sang Menteri mengaku hanya dialah yang selama ini selalu membicarakan hal itu dimana-mana untuk menularkan optimisme. Dengan penuh semangat Dahlan menyebutkan bahwa dua tahun lagi, ekonomi Indonesia dapat mengalahkan Spanyol. Riuh applause sontak mewarnai hall Robotika siang itu. Ribuan peserta mulai dari mahasiswa, dosen, profesional, birokrat, guru besar, pejabat, hingga kiai terpukau oleh stand up show Sang Menteri. Sesuai titel acara, ”Menuju Indonesia Bersinar” semua  peserta siap untuk bangkit dengan optimisme! Inilah potret sebuah upaya anak-anak bangsa untuk meraih kebangkitan.

Berbicara kebangkitan, memang nampak lebih menyenangkan ketimbang berbicara keterpurukan atau buruknya penguasa dalam melayani rakyat. Berbicara kebangkitan lebih memunculkan optimisme dan gairah, berbuat sesuatu demi kemajuan negeri ini. Anak-anak bangsa pun tertantang untuk memunculkan kebangkitan. Yang kuliah di kampus teknologi, akan berusaha menciptakan teknologi-teknologi baru yang canggih, yang mampu menjadikan bangsa ini berjaya di dunia internasional. Memenangkan Kontes Robot, Shell Eco Marathon, Physics and Mathematics Olimpiade, dan kompetisi-kompetisi bergengsi lainnya diyakini akan mengharumkan nama bangsa. Penciptaan mobil surya, alat penghemat energi, bahan bakar dari urine, bioenergy, dan banyak lagi diyakini juga mendorong kebangkitan. Oh ya, tentu saja diperlukan jargon-jargon penuh semangat yang mampu mendorong untuk terus maju. Yang sudah disebutkan di atas adalah semboyan Dahlan Iskan, ”Manufacturing Hope” (entah apa beliau ingat kalau Jawa Pos dan JTV juga menampilkan kisah-kisah melodrama yang mengerikan, seolah-olah negeri ini mau hancur besok saja, anak bunuh ayah lah, suami bunuh istri lah, ibu ajak semua anak bunuh diri lah, na’udzubillah!) . Ada juga semboyan BEM ITS Transformation, “Indonesia Bersinar 2012”, atau yang dari ESQ, ”Indonesia Emas 2020”. Dari parpol MetroTV, “Restorasi Indonesia”. Mendikbud gak mau kalah, “Generasi Unas, eh, Generasi Emas 2045”. Itu masih belum semua, banyak lagi yang lainnya.

Baca lebih lanjut

7 Komentar

Filed under Opini, Pemikiran

Bendera Kita (yang) Mana, Kawan?

When I get older, I will be stronger,

They’ll call me freedom, just like a Waving Flag,

And then it goes back, and then it goes back,

And then it goes back, And then it goes…

 

Pernah dengar cuplikan lirik tersebut? Lirik tersebut sering diperdengarkan saat hingar bingar piala dunia 2010. Sudah berlalu cukup lama memang, namun tidak ada salahnya kita sedikit melirik ke belakang. Bait syair itu sebenarnya adalah chorus sebuah lagu berjudul “Wavin’ Flag” yang kemudian digubah dan dipopulerkan oleh coca-cola sebagai salah satu sponsor piala dunia di Afrika Selatan. Bendera. Hanya selembar kain yang dikibarkan, namun penuh dengan makna. Kalau tidak percaya, cobalah untuk mengibarkan bendera berwarna putih dengan logo palang alias cross berwarna hitam sambil mengendarai motor ketika berangkat kuliah menyusuri jalan protokol. Pasti kita akan jadi pusat perhatian, setidaknya para pengendara yang lain akan memberi jalan, dikira ada rombongan pembawa jenazah. Atau cobalah untuk meletakkan bendera berwarna merah dan putih di atas paving jalanan kampus sehingga terlindas oleh setiap kendaraan yang lewat. Yakinlah, akan ada orang yang menyelamatkan bendera tersebut. Kalau orang-orang tahu pelakunya adalah kita, bisa jadi kita akan dihajar ramai-ramai. Syukurlah kalau orang-orang tadi tidak mengikat kita di tengah jalanan untuk menggantikan posisi bendera yang tadinya tergeletak dan terinjak-injak di sana. Meski hanya selembar kain dengan warna dan corak tertentu, namun bendera mampu berbicara untuk menunjukkan sebuah makna.

Kembali pada bait syair di awal tulisan ini. ”Wavin’ Flag”, sesuai dengan temanya, memang banyak meyoroti bendera kebangsaan yang dikibarkan oleh ribuan suporter selama pertandingan sepakbola. Dalam bait yang lain, sang penulis sekaligus penyanyi lagu tersebut, K’Naan, menegaskan:

Celebration its around us, every nations, all around us

Singing forever young, singing songs underneath that sun

Lets rejoice in the beautiful game.

 

Ketika sebuah pertandingan berlangsung, ribuan suporter hadir untuk mendukung tim nasionalnya masing-masing. Mereka mengibarkan bendera kebangsaan bersama-sama, menyanyikan lagu kebangsaannya dengan penuh bangga, bahkan ada pula yang rela melumuri tubuhnya dengan cat bercorak bendera. Meski Lionel Messi begitu berperan terhadap produktifitas Barcelona, namun suporter Spanyol tentu tidak akan mengibarkan bendera Argentina, apalagi menyanyikan lagu bersama para suporter Argentina ketika tim nasional negaranya berhadapan dengan Argentina. Sebaliknya, suporter Portugal juga tidak akan mengibarkan bendera apalagi mengecat tubuhnya dengan corak bendera Spanyol meskipun Christiano Ronaldo yang termasyur dengan julukan CR7 menggantungkan mata pencahariannya di Los Galacticos yang notabene merupakan klub ibukota Spanyol. Sungguh, saat-saat seperti itu adalah suatu saat dimana kebangsaan adalah segalanya dan bendera yang berwarna-warni itu dikibarkan untuk –lebih dari sekedar—menggambarkan kebanggaan, juga spirit suatu bangsa. Meski kota Bloemfontain terletak di benua afrika yang paling ujung, suporter Jepang rela untuk hadir di Vodacom Park, mengibarkan bendera hinomaru untuk mendukung tim nasionalnya bertanding melawan tim Kamerun. Bendera yang dulu juga pernah dikibarkan tahun 40-an ketika Jepang memaksakan romusha di Jawa dan menyerang pangkalan Pearl Harbour dibawah pimpinan Chuichi Nagumo.

Suasana yang sama juga dapat kita temui dalam Sea Games ke 26 di Palembang sepanjang november kemarin, khususnya pada even sepakbola yang dimainkan di atas lapangan yang luas dengan jumlah suporter terbesar bila dibandingkan dengan olahraga yang lain. Puluhan ribu orang rela berdesakan, mengantri selama berjam-jam demi menonton pertandingan final sepakbola Sea Games di Gelora Bung Karno. Mereka yang mengantri itu (barangkali termasuk beberapa orang di antara kita) sebenarnya harus menanggung resiko luka-luka bahkan meregang nyawa karena dorong-mendorong atau injak-menginjak untuk berebut masuk stadion. Reno Alvino, baru berusia 21 tahun, menghembuskan napas terakhirnya setelah berdesak-desakan dengan para suporter lain sebelum pertandingan. Sedangkan puluhan suporter ada yang pingsan, juga luka-luka. Innalillaahi wa inna ilaihi roji’uun. Toh, semua aktifitas itu tetap dilakukan dengan penuh keikhlasan oleh ribuan suporter yang lain demi memenuhi gelora kebangsaan yang menggelegak dalam jiwa mereka. Wajar kalau gelora itu begitu dahsyat, lawan timnas Indonesia di partai final saat itu bukan lawan sembarangan, Malaysia bung! Sudah berapa kali Malaysia memprovokasi dan menginjak-injak harga diri bangsa ini? Di mata banyak orang, dosa Malingsia (sebutan yang disematkan kepada negeri Jiran oleh sebagian anak bangsa) nampaknya sudah tak terhitung, tak terampuni. Nah, inilah salah satu kesempatan bagi masyarakat untuk membalas perlakuan yang menyakitkan dari tetangga yang usil dalam pandangan mereka. Puluhan bahkan ratusan ribu orang memerahkan-putihkan stadion yang telah berusia 49 tahun itu. Bukan hanya di dalam, mereka juga rela berdesakan di luar stadion demi menunjukkan dukungan meski hanya di temani televisi kecil. Bendera? Tak perlu ditanya. Ribuan bendera yang warnanya seragam merah-putih dengan berbagai ukuran mulai dari 10×15 sampai 600×900, terus saja dikibarkan sepanjang pertandingan oleh para suporter. Mereka tak kenal lelah. Timnas hampir menang, meski akhirnya kalah.

Baca lebih lanjut

3 Komentar

Filed under Opini, Pemikiran

Rinduku Kawan

Roda masa terus berputar

Menggilas,

Ganas.

Melintas ruas-ruas jalan

Menyeruak kerumunan manusia

Dan hidupnya

Tak sekalipun tergelincir licin

Tak pernah berdecit, berhenti

Terus berputar tak peduli

Menelusuri kehidupan,

konstan

 

Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Puisi

KERANCUAN PSIKOLOGI

(Cuplikan kitab “Fikrul Islam” karya Muhammad Muhammad Ismail)

 

Di kalangan masyarakat, baik awam maupun terpelajar, banyak terjadi kerancuan pandangan tentang ide-ide yang dihasilkan melalui pola fikir aqliyah dan teori-teori ilmiah yang dihasilkan oleh pola fikir sains. Berdasarkan asumsi dan anggapan yang rancu ini mereka menganggap psikologi, sosiologi dan ilmu pendidikan sebagai suatu ilmu, dan ide-ide yang dihasilkannya mereka anggap sebagai pemikiran ilmiah.  Sebab menurut mereka, ilmu-ilmu itu dibangun berlandaskan pengamatan yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap anak dalam kondisi dan umur yang berbeda atau dilakukan terhadap berbagai kelompok masyarakat dalam situasi dan kondisi yang saling berbeda.  Pengamatan yang dilakukan secara berulang kali itu dinamakan sebagai “eksperimen ilmiah“.

 

Dan sesungguhnya psikologi, sosiologi dan ilmu pendidi­kan, bukan merupakan pemikiran ilmiah, melainkan pemikiran yang dihasilkan melalui pola fikir rasional, sebab eksperi­men ilmiah adalah cara memperlakukan suatu benda atau materi pada suatu situasi tertentu, bukan dalam keadaan yang alami.  Dari hasil perlakuan tersebut kemudian dilakukan pengamatan untuk melihat hasilnya.  Dengan kata lain eksperimen ilmiah dilakukan terhadap materi (benda) seperti eksperimen-eksper­imen dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam atau Kimia.

 

Adapun pengamatan terhadap “sesuatu” (manusia) pada waktu dan keadaan yang berbeda tidak dapat dikatakan sebagai eksperimen ilmiah. Oleh karena itu pengamatan terhadap anak-anak atau balita pada kondisi dan tingkatan umur yang berbeda, atau pengamatan terhadap sekelompok masyarakat di beberapa negara dalam kondisi yang berbeda, serta pengamatan terhadap perbu­atan/aktivitas beberapa orang pada kondisi yang berbeda pula, semua itu tidak dapat dimasukkan dalam kategori ek­sperimen yang ilmiah, sehingga Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Buku hari ini

KEPADA PENEGAK KEBENARAN, KEADILAN, DAN KEMAKMURAN

Aku tahu bahwa engkau Pahlawan
Kau kumandangkan suaramu ditengah medan pertentangan
Suaramu bergetar membelah angkasa
Dengan kata-kata kebenaran
Tapi gema suaramu disambar geledek kebathilan
Ditengah kegersangan angkasa yang tak berawan

Kutahu ketabahanmu
Menegakkan kebenaran adalah perjuanganmu
Menegakkan keadilan adalah tujuanmu
Menegakkan kemakmuran adalah cita-citamu
Itulah hidup bagimu.

Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Puisi

MENEPIS OPINI-OPINI NEGATIF SEPUTAR KHILAFAH

Oleh M. Shiddiq Al-Jawi


Pengantar

Umat Islam pada masa sekarang sesungguhnya tidak pernah mengalami kehidupan di bawah Khilafah (negara Islam) sejak kehancurannya tahun 1924 di Turki (Mughni, 1997: 149). Pasca tragedi itu, praktis generasi umat Islam selanjutnya lahir dan hidup di bawah hegemoni sistem pemerintahan demokrasi ala Barat. Karena itu, ketika berbicara tentang sistem pemerintahan, mereka tidak akan mampu membayangkannya kecuali berdasarkan standar-standar sistem demokrasi yang dipaksakan penjajah. Ini diperparah lagi dengan bercokolnya peradaban Barat (al-hadhârah al-gharbiyyah)—yang berpangkal pada ide sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan)—di Dunia Islam yang telah merasuki segala sendi dan aspek kehidupan (An-Nabhani, 1994: 9).

Dalam kondisi seperti inilah, dapat dipahami mengapa lalu muncul opini-opini negatif seputar ide Khilafah. Misalnya, Khilafah sudah tidak relevan lagi untuk masa sekarang; Khilafah harus ditolak karena hanya menimbulkan konflik, perpecahan, bencana dan kemerosotan bagi umat; dan seterusnya. Opini-opini negatif itu lahir tentu bukan karena ide Khilafah itu batil dalam pandangan Islam, melainkan karena ia bertentangan dengan realitas sistem demokrasi yang ada, atau tidak sesuai dengan pola pikir sekularistik yang mengharuskan pemisahan agama dari politik.

Tulisan ini bermaksud menampilkan berbagai opini negatif tersebut, sekaligus mencermati dan mengkritisinya agar umat memahami bahwa opini-opini itu sesungguhnya adalah palsu dan harus ditolak.               

Opini Negatif dan Jawabannya

Banyak sekali opini negatif tentang Khilafah, baik dari kalangan orientalis maupun intelektual Muslim dari luar dan dalam negeri. Para orientalis biasanya gemar melukiskan bahwa Khilafah itu Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Opini, Pemikiran

Waspada Gerakan NII? (bagian 2)

Setelah berbagai pemaparan dari Kapolda dan Ketua MUI Jatim usai, tibalah saatnya bagi host mempersilahkan pembicara yang terakhir, Dr. Helmy, untuk menyampaikan pendapatnya. Host memberikan batasan waktu sekitar 10 menit bagi dosen Unair tersebut. Awalnya, saya menduga Dr. Helmy yang diplot sebagai pembicara untuk mewakili pembina UKMKI akan menyampaikan materi yang mampu “mengimbangi” berbagai opini dan stigma negatif terhadap Islam yang beredar di masyarakat. Bagaimanapun juga, penyelenggara talkshow tersebut adalah UKMKI, sebuah lembaga dakwah kampus yang memiliki mindset yang baik terhadap upaya kaum muslimin untuk menerapkan Syari’ah Islam dalam segala aspek kehidupan, termasuk aspek kenegaraan.

Sudah seharusnya UKMKI menampilkan pembicara yang membela ide-ide Islam yang kini semakin dipojokkan dengan berbagai propaganda sesat, kian tertutup pula oleh kabut stigma. Itulah yang saya pikirkan dan juga saya harapkan saat itu. Namun, beberapa patah kata yang  mengawali pemaparan beliau sedikit demi sedikit mengikis berbagai prasangka baik (husn adz-dzan) saya tadi. Awalnya beliau bercerita singkat tentang negara-negara yang maju semacam Swiss, Jepang, dan sebagainya. Beliau heran, mengapa negara-negara yang dihuni oleh mayoritas orang non muslim tersebut bisa luar biasa maju dan berdaulat, sementara negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim justru terpuruk. “What’s going on?” Itulah pertanyaan retoris yang berkali-kali beliau ucapkan. Dari berbagai kondisi tersebut kemudian beliau menyimpulkan bahwa semua keterpurukan yang di alami oleh negeri dengan penduduk mayoritas muslim disebabkan oleh sirnanya etika dalam kehidupan mereka. Mahasiswa yang notabene kaum terpelajar pun kini tidak lagi memperhatikan etika dalam kehidupan, termasuk dalam kehidupan beragama. Munculnya NII menurut beliau adalah salah satu contoh pelanggaran terhadap “etika beragama”. Pemikiran tentang etika itu selalu beliau tekankan, sebuah pemikiran yang menurut saya tidak lebih dari pemikiran primitif ancient greek dari masa-masa sebelum masehi. Penyampaian tersebut belumlah mengejutkan saya. Di akhir penyampaian, Dr. Helmy kemudian menjabarkan apa yang dimaksud “etika beragama”. Berkaitan dengan kasus NII beliau dengan tegas menyatakan, bahwa Islam, sebagai agama yang diturunkan oleh Allah sama sekali tidak pernah mengajarkan umatnya untuk mendirikan negara Islam. Rasulullah diutus bukan untuk menegakkan negara Islam (Islamic State), namun untuk membentuk masyarakat Islam (Islamic Society). Wow, It’s surprising me so much! Sungguh pernyataan yang sangat mengejutkan saya sekaligus mementahkan bulat-bulat berbagai prasangka saya sebelumnya…

Pernyataan demi pernyataan seputar tidak adanya konsep negara dalam Islam terus dilontarkan begitu saja oleh Dr. Helmy tanpa ada rasa bersalah. Bahkan beliau kemudian menunjukkan slide periodisasi sejarah umat Islam sejak zaman Rasulullah, Khulafaurrasyidin, Khilafah Bani Umayyah, Khilafah Bani Abbasiyah, dan terakhir Khilafah Utsmani, sambil mengatakan bahwa beliau tak menemukan sedikit pun konsep negara sepanjang sejarah umat Islam. Yang ada hanyalah masyarakat Islam (Islamic Society). Suatu pernyataan yang cukup berat konsekuensinya karena akan menciptakan ambiguitas yang dahsyat terkait penerapan Syari’ah Islam secara total. Sebenarnya pernyataan-pernyataan semacam itu bukanlah suatu hal yang baru. Puluhan tahun yang lalu Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Opini, Reportase, Share

Waspada Gerakan NII? (bagian 1)

(Reportase pribadi ketika menghadiri talkshow seputar NII)

“Deert,deert….”getar handphone Nokia 1280 yang saya kantongi cukup menghangatkan suasana malam yang dingin. Selasa 3 Mei tepat pukul 23.28, saya menerima sms dari panitia talkshow Waspada Gerakan NII. “Maaf, Krn psrta yg tlh mdftr lbh dr kuota yg dsdiakn pntia. Dhrpkn kpd yg sdh mdftar u/ dtg seawal mgkn (mlai jm 12) untk mendapat t4.” Begitulah isinya. Malam itu, sebenarnya masih banyak hal yang perlu saya perbincangkan dengan teman-teman yang aktif di Studi Islam Teknik Computer (SITC). Namun, saya lebih memilih untuk istirahat lebih awal dan mempersiapkan fisik agar bisa hadir talkshow tepat waktu. Ketika teman-teman SITC berpamitan pulang ke kontrakannya, saya buru-buru mengiyakan dan mengantar mereka sampai ke pintu gerbang kontrakan saya. Tak lama kemudian suasana kontrakan menjadi hening. Saya dan sahabat saya, Bayu, bergegas menutup pagar dan mengunci pintu ruang tamu. Setelah memastikan semuanya telah berjalan sesuai SOP sekuritas kontrakan, saya melakukan segala persiapan pribadi sebelum tidur. Setelah segalanya siap, segera saya rebahkan tubuh saya di atas bed, berdoa, dan kemudian berjalan menjauhi alam sadar.

Belakangan ini, hampir setiap hari Surabaya selalu dilanda hujan lebat. Tak jarang disertai petir yang menggelegar dan angin kencang. Jalanan di Kota Pahlawan seringkali digenangi air. Di beberapa titik, air juga menggenangi jalan-jalan protokol. Salah satu yang cukup parah adalah banjir di ruas jalan protokol Mayjen Sungkono, beberapa meter dari Hotel Shangrila. Pada hari Senin, dalam perjalanan pulang dari rumah kawan saya di daerah Manukan, saya sempat terjebak kemacetan bersama pengendara yang lain di ruas jalan tersebut. Syukurlah saat itu hujan cepat reda sehingga dalam waktu 1 jam air sudah agak surut (“hanya” setinggi betis orang dewasa) dan ruas tersebut dapat saya lalui dengan “berlayar” bersama motor kawasaki saya. Namun pemandangannya sangat berbeda pada hari Rabu 4 Mei. Hari itu adalah hari yang sangat cerah bila dibandingkan hari-hari sebelumnya. Matahari bersinar gemilang dan panasnya dapat dirasakan oleh semua orang. Pagi itu, saya banyak menghabiskan waktu dengan melaksanakan rutinitas harian semisal menyiapkan sarapan. Sebelumnya saya sempatkan pula berolahraga dengan jalan-jalan pagi ke kampus bersama teman-teman kontrakan. Sambil berolahraga, sambil memasang poster iklan Basic Islamic Leadership Training di beberapa titik di kampus. Setelah kembali ke kontrakan, segera saya nyalakan laptop Dell Inspiron 1440 di atas meja belajar. Tak lupa saya koneksikan kabel DSL speedy ke laptop tersebut. Sebelum berangkat ke kampus, saya merasa perlu mencari informasi-informasi penting seputar topik talkshow yang akan saya ikuti pada siang hari. Saya berharap, saya dapat berpartisipasi aktif dalam talkshow tersebut dan talkshow tersebut akan menjadi sebuah talkshow yang menarik.

Pada pukul 12.00, setelah segala urusan saya di kampus beres, saya memacu motor saya menuju kampus B Unair melintasi Baca lebih lanjut

Tinggalkan komentar

Filed under Reportase, Share